الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ
لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Dan tidaklah mereka
diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan
bagi-Nya agama ini. (Al-Bayinah : 5).
Yaitu Manusia
tidaklah diperintahkan untuk mengerjakan pada seluruh syari’atNya kecuali untuk
beribadah kepada Allah dengan hanya memaksudkan pada seluruh peribadatan
tersebut yaitu Wajah Allah semata, apakah peribadatan yang dhahir dan yang
bathin dan dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam tulisan
singkat ini tidaklah akan membahas bab ikhlas secara panjang lebar yang wajib
ada dalam setiap amalan, tetapi hanya kita sampaikan tentang pentingnya menjaga
keikhlasan di dalam thalabul ilmi (belajar ilmu agama ini), yaitu belajar
ikhlas dalam belajar ilmu agama.
Anas bin Malik r.a
menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :
“Belenggu tidak akan
masuk ke dalam hati seorang Muslim jika ia menetapi tiga perkara. IKHLAS
beramal hanya bagi Allah swt. memberikan nasihat yang tulus kepada penguasa,
dan tetap berkumpul dengan masyarakat Muslim.” (Hr. Ahmad, dikategorikan shahih
oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Hajar).
Ikhlas berarti
bermaksud menjadikan Allah swt. Sebagai Satu-satunya sesembahan. Atatupun konotasi
kehendak selain taqarrub kepada Allah swt. semata. Dapat dikatakan :
“Keikhlasan berarti menyucikan amal-amal perbuatan dari campur tangan sesama
makhluk.” Dikatakan juga “Keikhlasan berarti melindungi diri sendiri dari
urusan individu-individu manusia.”
Nabi saw. ditanya,
apakah ikhlas itu? Nabi saw. bersabda :
“Aku bertanya kepada
Jibril as. Tentang ikhlas, apakah ikhlas itu? Lalu Jibril berkata : “Aku
bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah sebenarnya? Allah
swt. menjawab “Suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati
hamba-hamba-Ku yang kucintai.” (Hr. Al-Qazwini, riwayat dari Hudzaifah).
Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq berkata : “Keikhlasan adalah menjaga diri dari campur tangan makhluk,
dan sifat shidq berarti membersihkan diri dari kesadaran akan diri sendiri.
Orang yang ikhlas tidaklah bersikap riya’ dan orang yang jujur tidaklah takjub
pada diri sendiri.”
Dzun Nuun al-Mishry
berkomentar : “Keikhlaan hanya tidak dapat dipandang sempurna, kecuali dengan
cara menetapi dengan sebenar-benarnya dan bersabar untuknya. Sedangkan jujur
hanya dapat dipenuhi dengan cara berikhlas secara terus menerus.”
Dzun Nuun al-Mishry
menjelaskan : “Ada tiga tanda keikhlasan.
1.
Manakala
orang yang bersangkutan memandang pujian dan celaan manusia sama saja;
2.
Melupakan
amal ketika beramal; dan
3.
Jika ia
lupa akan haknya untuk memperoleh pahala di akhirat karena amal baiknya.”
Mengenai ikhlas
manusia pilihan (khawwash), keikhlasan datang kepada mereka bukan dengan
perbuatan mereka sendiri. Amal kebaikan lahir dari mereka tetapi mereka
menyadari perbuatan baiknya bukan dari diri sendiri, tidak pula peduli terhadap
amalnya. Itulah keikhlasan kaum pilihan.”
Buah Keikhlasan
Sesungguhnya pohon keikhlasan
akan menghasilkan buah keikhlasan: manis, indah, dan menyenangkan. Karena
berasal dari pohon yang baik, akarnya kuat dan kokoh sedangkan cabangnya
menjulang ke langit, menghasilkan buahnya setiap saat (Lihat surat Ibrahim:
24-25)
1. Sampai pada hakekat Islam, yaitu penyerahan
total pada Allah. Berkata Ibnul Qoyyim, “Meninggalkan syahwat karena
Allah adalah jalan paling selamat dari adzab Allah dan paling sukses meraih
rahmat Allah. Perbendaharaan Allah, perhiasan kebaikan, lezatnya ketenangan,
dan rindu pada Allah, senang dan damai dengan Allah tidak akan diraih oleh hati
yang di dalamnya ada sekutu selain Allah, walaupun dia ahli ibadah, zuhud, dan
ilmu. Karena Allah menolak menjadikan perbendaharaannya bagi hati yang
bersekutu dan cita-cita yang berserikat. Allah memberikan perbendaharaan itu
pada hati yang melihat kefakiran, kekayaan bersama Allah; kekayaan, kefakiran
tanpa Allah; kemuliaan, kelemahan tanpa Allah, kehinaan, kemuliaan bersama
Allah, kenikmatan, adzab tanpa Allah dan adzab adalah kenikmatan bersama
Allah.”
2. Selamat dari cinta harta,
kedudukan, dan popularitas. Dari Ka’ab bin Malik r.a., Rasulullah saw.
bersabda, “Tidaklah dua serigala lapar dikirim ke kambing lebih merusak
melebihi ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan.” (HR At-Tirmidzi).
Ka’ab bin Malik adalah seorang sahabat yang tidak ikut Perang Tabuk karena
bersantai-santai. Akibatnya dia mendapat hukuman yang berat, diboikot Rasulullah
saw. dan para sahabat selama 50 hari. Tapi dia jujur dan mengatakan apa adanya
pada Rasulullah saw., tidak seperti yang dilakukan oleh kaum munafik. Pada saat
kondisi sulit dan dunia terasa sempit, muncul tawaran suaka politik dari Raja
Ghasan. Ka’ab ikhlas menerima ujian itu dan menolak segala tawaran politik Raja Ghasan dengan
segala kemewahan dan popularitasnya. Dan dia selamat, lebih dari itu peristiwa
ini diabadikan dalam Al-Qur’an.
3. Bebas dari perbuatan buruk dan keji. Nabi
Yusuf a.s. adalah salah satu contoh yang diselamatkan Allah swt. dari perbuatan
keji dan mesum berkat keikhlasan beliau (lihat surat Yusuf: 24).
4. Ikhlas menjadikan amal dunia secara umum
sebagai ibadah yang berpahala. Sesungguhnya banyak sekali amal umum
yang jika kita niatkan karena Allah maka akan berpahala. Memberi makan, nafkah,
dan menyalurkan hasrat seks pada istri, bersenda gurau dengan anak istri,
berolah raga, rekreasi yang sehat, makan dan minum secara umum. Dari Abu Dzar
r.a., sejumlah sahabat Rasulullah saw. berkata pada beliau, “Wahai Rasulullah
saw., para hartawan itu pergi dengan banyak pahala. Mereka mengerjakan shalat
sebagaimana kami shalat, mengerjakan puasa sebagaimana
kamipuasa, dan bersedekah
dengan kelebihan harta yang mereka miliki (sedang kami tidak mampu).” Beliau
bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu untuk kalian yang bisa
kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih (Subhanallah) adalah sedekah bagi
kalian, setiap takbir (Allahu Akbar) sedekah bagi kalian, setiap tahmid
(Alhamdulillah) adalah sedekah bagi kalian, setiap tahlil (laa ilaaha illallah)
adalah sedekah bagi kalian. Amar ma’ruf adalah sedekah, nahi mungkar sedekah,
dan bersetubuh adalah sedekah pula.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah
di antara kami apabila menyalurkan syahwatnya (kepada istri) juga mendapat
pahala?” Jawab beliau, “Tahukah kalian, jika dia menyalurkannya pada yang haram
(berzina), bukankah baginya ada dosa? Demikian pula jika ia menyalurkannya pada
yang halal, maka baginya berpahala.” (HR Bukhari dan Muslim)
5. Keluar dari setiap kesempitan. Kisah tiga orang yang
terjebak dalam gua bukanlah sekedar kisahpelipur lara
atau kisah pengantar tidur yang tanpa
makna. Tiga orang yang mempersembahkan amalan unggulannya: pertama, birrul
walidain; kedua, wafa terhadap pegawainya; dan ketiga, pengendalian syahwat
yang luar biasa. Keajaiban itu terjadi karena buah keikhlasan dan keajaiban itu
dapat berulang setiap saat, jika syaratnya terpenuhi: ikhlas.
Ada banyak sekali daftar
kesempitan pada umat Islam. Kesempitan kemiskinan, kekurangan pangan, lapangan
kerja, fitnah teroris, korupsi, pejabat yang culas, perzinahan dan pemerkosaan,
mafia peradilan, premanisme dan banyak lagi pernik-pernik kesempitan. Sehingga
untuk keluar dari semua kesempitan itu, dibutuhkan bukan hanya tiga orang yang
ikhlas, tetapi sepuluh, seratus, seribu, sejuta, sepuluh juta, seratus juta,
dan bahkan lebih dari itu.
6. Kemenangan dari tipu daya syetan. Diriwayatkan
dari Al-Hasan berkata, “Ada sebuah pohon yang disembah manusia selain Allah.
Maka seseorang mendatangi pohon tersebut dan berkata, ‘Saya akan tebang pohon
itu.’ Maka ia mendekati pohon tersebut untuk menebangnya sebagai bentuk
marahnya karena Allah. Maka syetan menemuinya dalam bentuk manusia dan berkata,
‘Engkau mau apa?’ Orang itu berkata, ‘Saya hendak menebang pohon ini karena
disembah selain Allah.’ Syetan berkata, ‘Jika engkau tidak menyembahnya, maka
bukankah orang lain yang menyembahnya tidak membahayakanmu?’ Berkata lelaki
itu, “Saya tetap akan menebangnya.’
Berkata syetan, ‘Maukah aku
tunjukkan sesuatu yang lebih baik bagimu? Engkau tidak menebangnya dan engkau
akan mendapatkan dua dinar setiap hari. Jika engkau bangun pagi, engkau akan
dapatkan di bawah bantalmu.’ Berkata si lelaki itu, ‘Mungkinkah itu terjadi?’
Berkata syetan, ‘Saya yang menjaminnya.’
Maka kembalilah lelaki itu, dan
setiap pagi mendapatkan dua dinar di bawah bantalnya. Pada suatu pagi ia tidak
mendapatkan dua dinar di bawah bantalnya, sehingga marah dan akan kembali
menebang pohon. Syetan menghadangnya dalam wujud aslinya dan berkata, ‘Engkau
mau apa?’
Berkata lelaki itu, ‘Saya akan
menebang pohon ini karena disembah selain Allah.’ Berkata syetan, ‘Engkau
berdusta, engkau akan melakukan ini karena diputus jalan rezekimu.’ Tetapi
lelaki itu memaksa akan menebangnya, syetan memukulnya, mencekik dan hampir
mati, kemudian berkata, ‘Tahukah kau siapa saya?’ Maka ia memberitahukan bahwa
dirinya adalah syetan.
Syetan berkata, ‘Engkau datang
pada saat pertama, marah karena Allah. Sehingga saya tidak mampu melawanmu.
Oleh karena itu saya menipumu dengan dua dinar. Dan engkau tertipu dan
meninggalkannya. Dan pada saat engkau tidak mendapatkan dua dinar, engkau
datang dan marah karena dua dinar tersebut, sehingga saya mampu
mengalahkanmu.'”
7. Meraih kecintaan Allah. Ketika
orang beriman beribadah, baik ibadah yang wajib maupun sunnah, dan dilakukan
dengan ikhlas hanya karena Allah, pasti mereka meraih kecintaan Allah.
Merekalah kekasih-kekasih Allah. Disebutkan dalam hadits Al-Qudsyi, “Jika
hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan yang sunnah, maka Aku
mencintainya.” (HR Al-Bukhari)
8. Meraih kecintaan manusia. Ketika Allah
sudah mencintai hamba-Nya, maka seluruh makhluk dapat digerakkan untuk
mencintai hamba tersebut. Rasulullah saw. bersabda, “Jika Allah Ta’ala
mencintai seorang hamba, Allah memanggil Jibril, ‘Sesungguhnya Allah mencintai
Fulan, maka cintailah dia.’ Jibril pun mencintai Fulan. Kemudian Jibril
memanggil penduduk langit, ‘Sesungguhnya Allah mencintai Fulan. Oleh karena itu
cintailah Fulan.’ Maka penduduk langit mencintai Fulan. Kemudian ditetapkan
baginya penerimaan di bumi.” (Muttafaqun ‘alaihi).
9. Meraih kemenangan di dunia dan pahala yang
besar di akhirat (lihat surat Ash-Shaff: 10-13). Orang beriman
tentulah orang yang ikhlas dan berhak mendapat kemenangan dunia dan pahala
besar di akhirat kelak.
Dan hal terakhir hendaknya seorang hamba
selalu bergaul dan berkumpul dengan orang orang yang ikhlas. Dengan harapan
bisa berqudwah dan mengikuti mereka dalam keikhlasan. Dan bukankah seseorang
akan berada dalam agama teman dekatnya? Hingga jika kita ingin melihat agama
seseorang cukup dengan melihat agama teman dekatnya, Sebagaimana wasiat sang
baginda Shallallahu ‘Alaih Wasallam?. Maka pilihlah kawan yang
baik, maka kita pun akan menjadi baik dengan Izin Allah ta’ala.
Mudah mudahan Allah ta’ala memberikan
rahmat dan taufik Nya kepada kita semua agar senantiasa diberikan keikhlasan
dalam beramal. Karena sesungguhnya tidak ada keselamatan kecuali dengan
keikhlasan.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa
menjaga keimanan kita, menjaga keikhlasan kita dalam beribadah, berdakwah, dan
berjihad. Amiin.
Wallahu ‘Alam bis Showab